Potret kekerasan di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak jaman Orde Baru, namun pada jaman itu semuanya tersimpang sangat rapi, semua korban dan dokumenter mengenai kekerasan dikekang kuat kebebasan berbicara benar benar dibelenggu. Tidak banyak yang berani membeberkan apa yang terjadi kala itu. Kalaupun ada, tidak lama setelah dia berbicara pasti akan menghilang entah kemana.
Bapak A.Haryandoko D adalah seorang wartawan foto pada sebuah majalan peternakan Poultry Indonesia, dan juga pada Majalah Bursa Efek. Beliau banyak mengambil informasi dan foto yang terkait dengan peternakan di Jawa dan Bali. Namun, pada tanggal 25 April 1982 beliau berhasil mengabadikan sebuah momen berdarah dan mengerikan saat pemilu 1982 berlangsung.
Inilah sebuah cerita yang hilang dan baru berani dimunculkan beberapa tahun terakhir. Kalau saja beliau mengeluarkan foto ini lebih awal pada jaman orde baru masih berjalan, mungkin beliau ini tidak akan pernah ditemukan lagi. Inilah kisah nyata yang diceritakan beliau sendiri di blog nya haryandoko.blogspot.co.id
Pada hari Minggu 25 April 1982 pukul 09.00, Pak A.Haryandoko D melihat sekelompok orang berkerumun di sekitar bioskop GRAND. Massa PDI dan PPP terlibat saling ejek, dan supir truk yang terpancing emosi menghentikan kendaraannya yang penuh massa pendukung Golkar. Massa yang berkerumun di depan bioskop GRAND terlibat saling ejek dengan massa yang diatas truk. Saling lempar mulai terjadi disini
Polisi dan tentara mulai bergerak karena massa saling melempar batu tidak terkendali. Truk pengangkut massa mulai digerakkan untuk berjalan terus tidak berhenti. Namun massa semakin tidak terkendali, aksi saling lempar semakin menjadi dan tidak lama mulai terdengar bunyi letusan senapan.
Suara peluru semakin keras terdengar menyusul semakin kerasnya aksi lempar batu. Massa yang tadinya terlibat aksi lempar batu berhamburan menyelamatkan diri.
Bunyi tembakan sudah tidak terdengar, namun pemandangan mengerikan tampak di sebelah bioskop GRAND, tempat yang tadinya menjadi tempat berkumpulnya massa. Korban tembakan aparat bersenjata bergelimpangan bersimbah darah.
Seorang pemuda terjatuh akibat tembakan yang mengenai punggungnya, dan terlihat jelas disana kalau polisi saat itu tidak sedang menggunakan peluru karet. Polisi sempat melarang pengambilan gambar ini dan sempat mengejar.
Hari berikutnya setelah kejadian itu sungguh menegangkan, foto foto ini sempat diperingatkan untuk tidak diedarkan dengan alasan keamanan. Tidak lama datanglah beberapa orang yang mengaku kurir dari Pak Suharto (Presiden saat itu) dan ingin mengambil foto foto ini.
Foto foto ini terus tersimpan rapat, berbagai media asing mencoba memberi penawaran tinggi untuk foto foto ini, namun foto foto ini tetap tersimpan rapat di album Bapak A.Haryandoko D hingga pada tahun 2008 beliau berani mempublikasikan setelah Pak Suharto dimakamkan di Wonogiri.
Potret kekerasan yang terjadi di masa lalu sedikit demi sedikit terkuak, mungkin inilah jawaban mengapa hingga sekarang darah kekerasan masih mengalir di Indonesia, karena diwarisi dari jaman dahulu.
(sumber)
0 Comments