Aku bukan sedang membela Teuku Wisnu… Yang hanya karena masalah menghadiahkan fatihah saja, sebagian kaum muslimin berhasil digiring untuk geger, seakan itu masalah terbesar Indonesia saat ini…
Padahal sudah sangat masyhur bahwa ini hanyalah masalah fikih yg diperselisihkan oleh para imam madzhab, bahkan antara NU dan Muhammadiyah pun berselisih pendapat dalam masalah ini.
Malahan mereka yang jelas-jelas menyuarakan bahwa semua agama itu sama dan benar, bolehnya muslimah menikah dengan non muslim, bahkan bolehnya menikah sesama jenis, malah dibiarkan saja, tidak ada sangsi apapun dari pihak terkait… padahal pemahaman itu ditentang oleh seluruh imam kaum muslimin.
Aku bukan sedang membela Teuku Wisnu… hanya saja sangat ironis sekali, bila saudara kita dibully karena memilih pendapatnya IMAM SYAFII yang diagungkan oleh mayoritas penduduk Indonesia.
Imam Syafii -rahimahullah- mengatakan:
“Yang bisa sampai kepada mayit dari perbuatan dan amalan orang lain ada tiga:
(1) haji yg ditunaikan untuknya, (2) harta yg disedekahkan untuknya, atau digunakan untuk melunasi hutangnya, (3) dan do’a.
Adapun selain amalan-amalan itu, seperti shalat dan puasa, maka itu untuk pelakunya, tidak bisa untuk mayit. [Kitab: Al-Um 4/126].
Bahkan Imam Nawawi -rahimahullah- dengan sangat tegas sekali mengatakan:
“Adapun amalan membaca Alqur’an, maka yang MASYHUR dari pendapatnya Imam Syafii; bahwa amalan membaca Alqur’an itu tidak bisa sampai pahalanya kepada mayit”. [syarah shahih muslim: 1/90].
Begitu pula Imam Ibnu Katsir -rahimahullah-… ketika beliau menafsiri ayat (yang artinya): “Tidaklah manusia itu memperoleh, KECUALI apa yg diusahakannya saja”. [QS. An-Najm:53], beliau mengatakan:
“Dari ayat yang mulia ini, Imam Syafii -rahimahullah- dan siapapun yg mengikutinya menyimpulkan bahwa ‘amalan membaca’ tidak bisa sampai kepada mayit hadiah pahalanya, karena itu bukan termasuk amalan para mayit, bukan pula termasuk usaha para mayit.
Oleh karena itulah Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- tidak mengajak umatnya kepada amalan itu, beliau juga tidak menganjurkan umatnya untuk melakukannya.
Bahkan beliau tidak mengarahkan umatnya kepada amalan itu, baik secara tegas, maupun secara isyarat.
Hal itu juga tidak pernah dinukil dari satupun sahabat Nabi -radhiallahu anhum-, seandainya amalan itu suatu kebaikan, tentunya mereka telah mendahului kita dalam melakukannya.
Dan di dalam ranah ibadah taqarrub, itu hanya boleh diambil dari sumber nash-nash saja, dia tidak boleh diambil dari sumber qiyas (analogi) dan pendapat-pendapat manusia”. [Tafsir Ibnu Katsir: 7/465].
Inilah pendapat Imam Syafii -rahimahullah- yang ingin saya bela…
Sekali lagi, saya ingin bertanya, dan jawablah dengan jujur dari lubuk hati yang paling dalam, pantaskah saudara kita Teuku Wisnu dibully karena memilih pendapat Imam Syafii -rahimahullah- yang diagungkan oleh mayoritas penduduk Indonesia?
Atau benarkah anggapan sebagian orang, bahwa isu-isu kecil seperti ini -yang penting bisa merugikan Umat Islam- sengaja dibesar-besarkan oleh media, untuk mengalihkan perhatian mereka dari permasalahan bangsa yg jauh lebih besar dan sedang dihadapi Indonesia saat ini?
Entahlah, mungkin banyak dari Anda mengetahui jawabannya…
(sumber)
0 Comments